The Soda Pop

aku lihat dia dengan lemah-lembut menekan jari keduanya ke dalam vagina basahku. Aku bisa merasakan peregangan dan mulai 'mengendarai' jarinya. Kemudian dia memasukkan jari yang ke tiga, memutar jarinya saat dia meregangkan vaginaku. Kemudian dengan sebuah gerakan lembut, dia menarik jarinya, memegang tanganku yang sedang menggenggam penisnya dan menuntunnya ke arah lubangku yang sudah membuka.
"Lakukan sekarang Lusi. Duduk di atasnya. Vaginamu telah siap, biarkan saja masuk."
Aku melakukannya. Ketakutanku bahwa itu akan menyakitkan lenyap saat aku merasa kepalanya membelah vaginaku. Dibandingkan rasa sakitnya, aku mendapatkan rasa yang sangat nikmat dari tekanan pada vaginaku. Sebuah perasaan menjadi terbentang dan diisi. Dia mulai memompa ke dalamku dengan dorongan dangkal, setiap dorongan menekan masuk semakin ke dalam vaginaku. Penisnya nampak bergerak lebih dalam dan semakin dalam, menyentuhku di mana aku belum pernah disentuh. Kemudian aku sadar bahwa penisnya sedang memukul leher rahimku.
Sekarang penisnya terkubur di dalamku dia menggulingkan aku, menarik kakiku pada bahunya. Aku belum pernah membayangkan bagaimana erotisnya ini, melihat dan mengamati penis yang besar pelan-pelan meluncur keluar masuk tubuhku. Tetapi kemudian, aku menjadi lebih terbakar pada setiap hentakan.
"Oh Tuhan! Oh ya! Setubuhi aku! Lebih keras Martin lebih keras."
Dia mulai ke menyetubuhiku lebih cepat, lebih keras, dengan sela sebentar-sebentar saat penisnya dikuburkan dalam di dalamku. Dan setiap kali dia berhenti dengan penisnya jauh di dalamku, aku akan menggetarkan diriku ke dia sampai akhirnya aku mendapatkan orgasme keduaku hari ini, Sebuah orgasme yang hebat sekali! Dan aku ingin lebih. Dan aku senang merasakan penisnya masih keras, masih menyetubuhiku.
"Gadis baik, Lusi. Lepaskanlah."
"Oh Tuhan ya."
"Kamu menyukainya kan sayang, suka sebuah penis yang besar mengisi vagina kecilmu yang ketat." dia kini menyetubuhiku dengan hentakan yang panjang dan kuat.
"Oh ya, benar, betul. Setubuhi aku. Kerjai vaginaku. Setubuhi aku, setubuhi aku, setubuhi aku."
"Aku akan keluar di dalam tubuhmu. Katakan kamu ingin spermaku."
"Ohh Tuhan, aku ingin kamu orgasme, aku mau spermamu. Ohh itu sangat besar. Rasanya nikmat. Ya, keluarlah! Oh brengsek, aku orgasme lagi Martin. Setubuhi aku dengan keras. Kumohon, lebih keras."
Ia mengerang, menghentikan kocokan penisnya keluar masuk, dan hanya menguburkan dirinya sangat dalam di vagina basah panasku. Ia mengandaskan dirinya ke dalamku dan aku tahu dia sedang orgasme. Aku berbalik menekannya, berusaha untuk mendapatkan penisnya sedalam- dalamnya padaku. Kemudian aku keluar lagi. Ombak kesenangan yang sangat indah menggulung seluruh tubuhku.
Aku merasa tubuhnya melemah, tapi dia tidak mengeluarkan penisnya dariku. Aku pikir aku bisa merasakan penisnya melembut di dalam vaginaku sekalipun begitu vaginaku masih terasa nikmat dan penuh, sangat hangat dan basah. Aku menunjukkan padanya dengan sebuah ciuman.
Kami hanya rebah di sana. Aku tahu aku sedang 'terkunci'. Aku bisa merasakan sedikit rasa bersalah yang merambat ke dalam pikiranku tapi aku tahu bahwa aku menyukai disetubuhi oleh penis yang besar. Aku tahu aku menyukai berkata kotor. Kemudian gelembung itu nampak meretak.
"Baiklah, apa pendapatmu tentang Lusi? Apa Marty terasa manis seperti kelihatannya?" Silvi, berdiri di pintu.
"Astaga.. Silvi.. A.. Aku.." aku masih belum dapat menggambarkan semua ini. Semua yang bisa kupikir adalah bahwa aku baru saja tidur dengan suami perempuan lain.
"Lusi, tenang sayang." Silvi memotongku.
"Aku tidak marah. Aku senang melihat kamu telah menyadari kalau kamu suka penis yang besar." dia tersenyum.
"Andai aku bisa tinggal untuk menyaksikan keseluruhan peristiwa ini tapi kami pikir kamu akan jadi lebih nyaman dengan cara begini."
"Sebagian orang tidak menerima seks hanya untuk kesenangan tetapi Silvi dan aku sudah menemukannya berhasil untuk kami. Dia pikir kalaua kamu adalah seorang perempuan yang sedang kekurangan kesenangan maka kami piker kenapa tidak membuka pintu dan melihat jika kamu ingin masuk. Aku berharap kamu tidak marah. Aku berharap kamu akan kembali." Martin menggulingkan aku dan kini membelai badanku saat dia dan Silvi bicara.
Aku mencoba untuk katakan sesuatu, "Aku bukan perempuan seperti itu. Ini adalah sebuah kekeliruan. Aku kira kita harus melupakan kalau ini pernah terjadi." tapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutku. Aku hanya meraih dan membelai penis Martin yang besar dan lembut. Silvi duduk di tempat tidur, menciumku pelan.
"Berbagi adalah menyenangkan Lusi. Dan kita semua adalah 'pelacur kecil' jauh di dalam bawah sana, ya kan?"
'Pelacur' kata itu berderik di dalam pikiranku. Tuhan, aku adalah seorang pelacur, ya kan? Dan aku tidak peduli, aku hanya tahu bahwa aku ingin berhubungan seks dengan penis yang besar ini lagi.
Maka begitulah bagaimana cerita ini bermula. Tom yang malang tidak tahu kenapa aku berteman baik dengan Martin dan Silvi. Tom masih suka berhubungan badan tiap seminggu sekali atau dua kali tetapi aku masih susah merasakan dia di dalamku.


<==back to cerita dewasa
HOME